PENGINJILAN DAN PEMURIDAN DI DALAM DAN MELALUI KELUARGA
Keluarga adalah lengan penginjilan dan pemuridan dari gereja di mana orang tua adalah pemeran utama dalam proses ini. Namun hal ini merupakan hal yang paling diragukan untuk bisa dilakukan. Bahkan mungkin sama sekali di luar pikiran para orang tua untuk mempraktikkannya, sehingga banyak di antara mereka yang kemudian bertanya, ”Anda sungguh-sungguh mempercayai orang tua untuk menginjili dan memuridkan anak-anak mereka?” Ketika pertanyaan ini dilontarkan kepada pendeta Voddie Baucham, maka beliau menjawab, ”Ya. Mengapa saya tidak mengharapkan itu sementara Alkitab sendiri jelas mengharapkan begitu? Mendengar itu banyak orang menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, Saya tahu memang itulah yang diajarkan Alkitab, tetapi saya juga tahu kebanyakan orang tua, dan saya yakin tidak banyak yang sanggup melakukannya.”
Tampaknya ada konsensus umum bahwa tidaklah beralasan mengharapkan keluarga berfungsi sebagaimana yang diharapkan Alkitab. Mungkin karena itu kita menghabiskan tiga puluh tahun terakhir untuk memberi tahu orang tua, ”Ini berbahaya. Kami (para pendeta) adalah profesional terlatih. Jangan coba-coba meniru apa yang kami lakukan.”
Sekarang, tiga dasa warsa kemudian, kita terkejut melihat kenyataan bahwa keluarga (di antaranya yang dibesarkan di lingkungan gereja yang menerapkan program pemuridan berdasarkan kelompok umur, seperti anak, remaja, pemuda, dan bukan dimuridkan oleh keluarga mereka) merasa canggung untuk menginjili dan memuridkan anak-anak mereka sendiri.
Ini adalah sebuah kenyataan pahit yang terjadi di dalam hampir semua gereja. Orang tua Kristen yang rajin beribadah dan mencoba belajar taat ternyata tidak pernah belajar untuk menginjili dan memuridkan anak-anak mereka sendiri. Sebuah “kecelakaan rohani”, karena mereka menyerahkan tanggung jawab dari Tuhan kepada orang tua kepada orang lain yang dianggap profesional untuk memuridkan anak-anak mereka, seperti pendeta, ketua kaum muda, ketua kaum ibu atau ketua kaum pria.
Ke mana pun saya pergi, gereja-gereja sedang berusaha memecahkan rahasia dalam pelayanan kaum pria. Beberapa gereja mencoba membuat acara-acara besar di mana mereka mendatangkan pembicara dan musisi ternama. Yang lain memilih pendalaman Alkitab mingguan yang membahas isu-isu praktis dari kehidupan nyata. Beberapa gereja mengadakan acara makan malam yang disertai permainan. Yang lain lagi memilih pendekatan kelompok kecil mingguan. Semua penekanan ini dirancang untuk menjawab pertanyaan : Bagaimana kita membuat jemaat pria kita terlibat?
Lagi-lagi, ironisnya, pendekatan-pendekatan ini mengabaikan perintah Alkitab yang utama yang diberikan Allah kepada laki-laki – perintah untuk mengasihi istri mereka seperti Kristus mengasihi gereja dan membesarkan anak-anak mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 5:25-6:4). Kita gagal menarik laki-laki, memperlengkapi mereka, menaruh harapan pada mereka, dan mendorong mereka untuk berdiri memimpin keluarga mereka dan merencanakan masa depan mereka. Tak heran jika laki-laki zaman sekarang merasa tak punya status dan tantangan dalam hidupnya.
Dave Black, mencermati ironi dari situasi ini dalam bukunya The Myth of Adolescence. Ia menulis, ”Tidak heran (laki-laki) mencurahkan diri dalam pekerjaan mereka, mencari sesuatu untuk menantang kerinduan mereka akan sesuatu yang penting dan tujuan!”
Saya yakin membuat laki-laki bertanggung jawab untuk memberitakan Injil dan memuridkan keluarganya berarti lebih dari sekedar memotivasi dan melibatkan mereka dalam pendalaman Alkitab Mingguan. Menyuruh seorang laki-laki untuk datang ke pertemuan mingguan bukanlah tantangan bagi mereka. Memintanya untuk memasak telur untuk acara sarapan bersama kaum pria setiap bulan tidak memberi kepuasan yang dicarinya. TETAPI MELEPASKANNYA UNTUK MENGINJILI DAN MEMURIDKAN KELUARGANYA AKAN MEMBERINYA GUNUNG UNTUK DIDAKI!
Tom Eldredge meng-ungkapkan dengan tepat: ”Gereja memberikan pelayanan terbaik kepada anak-anak dengan memperlengkapi ayah mereka, dan membantu penolongnya, istrinya. Aliran kasih dari rumah tangga akan menjangkau masyarakat.”
Tim adalah anggota baru gereja kami. Ia baru bersama kami beberapa bulan ketika pertama kali ia datang ke pertemuan para ayah. Kaum pria mengadakan pertemuan sebulan sekali untuk bersekutu, berdoa, berbagi visi, urusan gereja, dan sebagainya. Kadang-kadang kami saling berbagi kesaksian. Khususnya pada hari Rabu malam, Tim tidak sabar menantikan acara ini. Ia ingin mencurahkan isi hatinya. Ia menarik napas dalam-dalam, mengangkat tangannya, dan menyeka tangannya ke celana jeansnya dengan menghela napas ketika ia mulai berbicara.
“Saya tidak terlalu suka berbicara di depan orang banyak, tetapi kalau saya tidak mengeluarkan apa yang terpendam di hati saya, saya takut saya akan meledak,” katanya dengan gugup. Ia mulai menceritakan bagaimana ia telah menjadi pengawas Sekolah Minggu di gerejanya dulu dan dipandang sebagai salah seorang pemimpin dalam jemaat itu. Namun, setelah datang ke gereja kami, ia mulai menyadari bahwa standar yang dipakainya tidak terlalu tinggi. Matanya berkaca-kaca ketika ia mulai mengakui bahwa ia tidak pernah memimpin keluarganya dalam ibadah keluarga, pendalaman Alkitab, katekismus, atau hal-hal lainnya sebelum ia bergabung di gereja kami.
Pada suatu hari, setelah bergabung dengan gereja kami selama beberapa minggu, anak-anak perempuannya mendekatinya dan bertanya, ”Papa, mengapa kita satu-satunya keluarga di gereja ini yang tidak melakukan ibadah keluarga?” Ia mengakui bahwa saat itu ia membantah, ”Papa yakin kita bukan satu-satunya.” Namun ia memikirkan hal itu dan berkata, ”Papa tidak tahu, Nak, tetapi kita akan mengubahnya.”
Minggu berikutnya, ia mencari salah seorang penatua ketika mereka sedang mengikuti acara perjamuan kasih dan bertanya, ”Bagaimana saya harus memulai ibadah keluarga dan katekismus?” Karena ini pertanyaan yang paling sering diajukan di gereja kami, maka jawabannya datang dengan cepat. Bermodal tekad yang diperbaharui dan petunjuk yang jelas, Tim mulai memimpin keluarganya dalam ibadah dan katekismus keesokan harinya.
Ketika ia menceritakan kembali kisah itu kepada kami, ia tidak dapat menahan air matanya. “Saya mempunyai bisnis yang sukses, pernikahan yang bahagia, dan empat anak perempuan yang cantik. Saya juga berada di posisi yang oleh kebanyakan jemaat disebut sebagai puncak pelayanan Kristen. Namun, saya tidak mau menukarkan dengan apa pun, apa yang dilihat istri dan anak-anak saya saat ini.” Kemudian ia mengatakan bahwa untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa seperti seorang pahlawan di rumahnya.
Kami semua yang mendengarnya saling berpandangan sambil tersenyum lebar, kemudian salah seorang diaken memecah keheningan, ”Saudara, tidak banyak di antara kami yang ada dalam ruangan ini yang langsung bisa seperti Anda sekarang ketika kami mulai menghadiri pertemuan ini,” katanya sambil menceritakan kembali kisahnya sendiri. Kami telah mendengar kesaksian lusinan kali di pertemuan kaum pria, dan tidak pernah bosan. Adalah sesuatu yang mengagumkan ketika Anda melihat satu keluarga berubah di depan mata Anda karena sang ayah tertantang untuk melaksanakan panggilan Allah yang mulia itu.
Berkat ini juga menampakkan buahnya ketika laki-laki menginjili istri dan anak-anak mereka bahkan tetangga mereka. Kami terus mendengar kisah-kisah dari teman-teman, kerabat, dan tetangga yang dengan senang hati mendengarkan Injil dari orang-orang ini yang hidupnya dan keluarganya jelas sekali kelihatan diubahkan.
Mari kita camkan lagi kebenaran ini :
“Dengarlah hai orang Israel : TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!
Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anaka-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Ulangan 6:4-7
Sudahkah kita mentaati firman Tuhan ini?
(Disarikan dari tulisan Pdt. Voddie Baucahm, JR, dengan tambahan seperlunya)
Artikel Terkait
- PERINTAH DAN KUASA UNTUK MELAKUKANNYA
- GEREJA, KELUARGA DAN MISI DUNIA
- GEREJA YANG MEMURIDKAN
- KELUARGA MENGHADAPI HARI-HARI TERAKHIR
- SIKAP HIDUP YANG PERLU DI BANGUN DALAM KELUARGA DI HARI-HARI TERAKHIR