Taburkan saja
Salah satu kebijaksanaan yang kita timba dari kehidupan yang berlangsung singkat di bumi ini adalah, bukan berapa lama kita hidup atau berapa panjang usia kita, melainkan berapa besar sumbangsih atau donasi kita terhadap kehidupan orang lain yang telah kita wujudnyatakan. Umur pendek belum tentu sebuah kerugian, malah mungkin suatu keuntungan dan umur panjang tidak berarti juga ke-bahagiaan. Panjang pendek usia sering tidak berkorelasi atau berhubungan langsung dengan kebahagiaan, manfaat, atau keuntungan baik bagi diri sendiri dan terutama bagi orang lain.
Tak perlu mempermasalah-kan dengan serius panjang pendeknya usia seseorang atau usia kita sendiri. Itu hak prerogatif Tuhan atas hidup seseorang. Kita tak punya hak sedikit pun untuk mencampurinya. Lagi pula dari pada mempermasalahkan panjang pendeknya usia, lebih baik memikirkan secara lebih serius, donasi apa yang perlu kita lakukan dengan lebih intensif lagi! Sumbangsih apa yang perlu kita berikan dengan lebih banyak lagi!
Alkitab mengajar kepada kita untuk tidak berhenti dan tidak jemu-jemu menabur yang baik sebab kalau sudah datang waktunya nanti kita akan menuai. Ya, siapa menabur dia akan menuai. Menabur kebajikan akan menuai hidup kekal, menabur kejahatan akan menuai kebinasaan, sebab apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Menabur kebaikan tak hanya menguntungkan diri sendiri melainkan justru lebih banyak menguntungkan orang lain. Mengapa? Sebab taburan yang baik bukan hanya menghasilkan tuaian yang kelak akan diterima oleh si penabur, melainkan banyak orang lain yang hidup sesudahnya.
Ada banyak orang yang sudah menabur kebaikan selama di bumi tetapi sepertinya ia tidak menuainya selama ia hidup di bumi. Saya yakin ia tetap akan menuai, karena prinsip firman Allah tidak bisa dibatalkan. Ia tidak menuai di bumi tetapi ia akan tetap menuai di surga. Jadi yang terpenting adalah menabur saja yang baik, dengan tidak jemu-jemu dan tidak henti-hentinya. Sebab satu hal yang saya ingin saya sampaikan di sini adalah justru banyaknya orang yang akan menuai taburan kita setelah kematian datang menjemput kita.
Sebab, ternyata kematian bukanlah akhir dari "kiprah" hidup seseorang, sekali pun dari aspek jasmani memanglah demikian. Mereka yang mati secara fisik tak mungkin lagi bisa berbuat apa-apa, sebab rohnya sudah pergi menghadap Penciptanya. Jazad manusia yang paling ganteng maupun yang paling cantik sekali pun sudah tak berarti apa-apa lagi, karena segera akan hancur dan kembali menjadi tanah. Tetapi "manfaat" dan "keuntungan" dari kehidupan yang pernah dijalani seseorang ternyata tidak otomatis terhenti juga. Entah baik atau buruk, tergantung bagaimana seseorang itu menjalani kehidupannya.
Banyak di antara orang-orang yang cinta Tuhan justru pengaruh hidupnya menjadi lebih kuat dan dahsyat justru setelah ia mati atau dipanggil pulang oleh sang Khalik. Salah satu contohnya adalah Paulus. Sepanjang hidup dan pengabdiannya kepada Kristus sepertinya nasibnya tidak pernah "baik" bahkan ia mati dengan kepala dipenggal dalam keadaan kesepian karena ditinggalkan oleh banyak sahabat-sahabatnya. Tetapi cobalah simak dan renungkan kalimat-kalimat selanjutnya di bawah ini.
Dari sudut pandang dunia, hidup Paulus (nampaknya) akan berakhir dengan kegagalan yang menyedihkan. Mengapa? Pertama, selama lebih 30 tahun Paulus meninggalkan segala sesuatu demi Kristus; yang diperolehnya hanyalah penderitaan dan kebencian dari bangsanya. Pelayanannya telah menghasilkan berdirinya banyak gereja, namun banyak dari gereja ini tidak lagi setia kepada dia dan iman rasuli. Kini di penjara, dengan semua sahabat telah pergi kecuali Lukas, Paulus menghadapi kematian. Keadaan ini menunjuk seolah-olah ia gagal dalam misinya di antara orang bukan Yahudi. Namun rasul salib yang ditandai luka perang, tidak menunjukkan penyesalan ketika menyerahkan nyawa bagi Tuhannya.
Kedua, sekarang, hampir 2000 tahun kemudian, pengaruh Paulus melebihi pengaruh semua hamba Allah dalam kerajaan. Tulisan-tulisannya merupakan bagian Alkitab yang penting dan menuntun banyak orang yang tidak terhitung banyaknya kepada Kristus. Janganlah seorang yang tetap setia kepada Kristus berpikir bahwa kematian akan mengakhiri semua hasil, walaupun kelihatan menghasilkan sedikit bagi Allah. Allah mengambil usaha setia kita dan memperbanyaknya jauh lebih dari yang kita pikir atau harapkan. Malahan yang kelihatan sebagai kegagalan adalah benih yang akan dituai oleh orang lain (Alkitab Hidup Berkelimpahan, hal 2039 dan 2042)
Memperhatikan hidup Paulus dan apa yang Allah lakukan terhadap segala daya dan upayanya untuk mendatangkan keuntungan bagi banyak orang lain dan terutama Kerajaan Allah maka saya mencoba mengambil beberapa hikmahnya.
1. Kesetiaan kepada Tuhan dan pengaruhnya bagi orang lain tidak dapat dihentikan oleh kematian. Kesetiaan kita akan menjadi jalan bagi Tuhan untuk membuat kehidupan kita jauh lebih lama memberi pengaruh dibanding dengan lamanya kita berupaya atau lamanya usia kita.
2. Tidak perlu mencari hormat dan penilaian dari manusia, karena tuan kita yang sesungguhnya adalah Kristus. Pengabdian kita kepadaNya dengan melayani manusia lainnya demi keselamatan dan kebahagiaan mereka, Kristuslah yang paling tahu dan berhak memberikan penghargaan.
3. Allah sendiri yang akan melipatgandakan hasil usaha kita lebih dari apa yang bisa kita duga.
4. Setelah menabur yang terbaik dengan tidak jemu-jemu maka kematian bukanlah perkara yang menakutkan karena akan menghentikan "kehidupan" kita. Sebab kehidupan kita masih bisa dinikmati oleh banyak orang lain, bahkan setelah lama kita mati.
5. Tidak perlu kecewa jika sepertinya kita tidak menuai yang baik selama kita hidup. Kita tetap akan menuai di surga dan jangan lupa, orang lain yang masih hidup juga akan menuai apa yang kita telah lakukan selama kita hidup.
Penginjil ternama dari Jerman, Reinhard Bonnke, mengakui bahwa tuaian jiwa besar-besaran di Afrika dalam pelayanannya saat ini dapat terjadi karena ratusan tahun sebelumnya ada seorang yang bernama David Livingstone telah mengabdikan dirinya secara total bagi Injil demi keselamatan benua hitam ini. Doa, tangisan, pengorbanan yang tiada ternilai dan air mata dari tangisannya untuk jiwa-jiwa di sana, bahkan kematiannya, telah menjadi pupuk yang menyuburkan hati jiwa-jiwa yang haus dan lapar di Afrika. Iman dari seorang David Livingstone masih tetap hidup dan berbicara ketika ia sendiri telah lama meninggal.
Dalam skala yang lebih kecil, pelayanan di Ujung Menteng telah dan terus mengalami anugerah Allah sampai saat ini, karena ada kehidupan yang telah ditanam dan ditabur di sini. Kehidupan Pdt. Paulus Pontoh dan istri, Pdt, Noer Yusuf dan tentu orang-orang lain juga.
Jadi, jangan terlalu pusing akan mencapai usia berapa kita nanti. Nikmati hari-hari kita dengan penuh syukur dan tambahkan kebahagiaan kita dengan terus menaburkan hidup kita. Seperti biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati sehingga menghasilkan banyak buah. Sebab, kelak bukan hanya kita saja yang akan menuai, tetapi orang lain juga! Tabur, tabur, tabur! Tabur dengan tidak jemu-jemu. Tabur dengan cinta dan kasih Allah yang tak terperi. Taburkan saja hidup kita!
(SiKY, Jakarta, 6 Juni 2013)
Artikel Terkait
- Reshape Your Destiny
- Kristus yang ber - atau yang ber + ?
- Tuhan tahu caranya
- Apakah yang layak di kejar
- Kualitas Mendahului Fasilitas